[Sponsored Placement Post] Ada nasihat yang menyatakan bahwa kejayaan berjalan seiring sejalan dengan si pemberani. Hal ini sering dinilai sebagai nyali untuk menghadapi risiko dibutuhkan dalam apa pun, terlebih dalam dunia bisnis. Benarkah seperti itu? Pengusaha Sukanto Tanoto memiliki pemikiran yang dapat dijadikan inspirasi.
Pendiri grup Royal Golden Eagle ini tidak menampik bahwa risiko selalu melekat dalam kewirausahaan. Jika ingin menjadi pebisnis andal, seseorang mau tidak mau mesti berani melakukan langkah-langkah riskan. Tak aneh, nyali besar juga dibutuhkan.
Namun, keberanian mengambil risiko berbeda dengan nekat. Batasannya memang sangat tipis. Pasalnya, keduanya sama-sama menantang bahaya. Perbedaannya adalah nekat tidak melakukan perhitungan sebelumnya alias asal bergerak. Padahal, langkah tersebut justru salah.
Lalu, bagaimana cara menyiasati risiko dengan baik? Sukanto Tanoto, berbagi tips mengelola risiko yang dapat dipraktikkan dengan mudah oleh semua pengusaha.
Sebagai sebuah keniscayaan dalam dunia bisnis, risiko tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, menurut pria kelahiran 25 Desember 1949 tersebut, seseorang mesti siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan terburuk ketika sudah memutuskan untuk terjun ke dunia wirausaha.
Pengusaha harus berani menjalani masa-masa sulit. Ia tidak boleh takut terhadap masa depan, apalagi berpikir negatif. Semua wajib dipandangnya secara positif sebagai cara untuk menjaga semangat berwirausaha tetap menyala.
“Perjalanan kewirausahaan tidak akan selalu menjadi satu langkah yang mulus dan mudah. Mungkin ada pasang surut dan mengambil risiko tidak bisa dihindari,” papar pengusaha sukses Indonesia itu.
Sukanto tidak asal bicara. Pria kelahiran Belawan ini sudah kenyang pengalaman dalam dunia usaha. Beragam bidang bisnis Sukanto Tanoto juga tidak lepas dari beragam risiko. Namun, ternyata, ia mampu melaluinya dengan baik.
Perusahaan Sukanto Tanoto bisa berkembang dengan pesat juga tak lepas dari keberanian mengambil risiko. Sebagai contoh ketika memutuskan untuk terjun ke bidang kelapa sawit ketika belum ada pihak lain di Indonesia yang melakukannya. Ia sudah berani melangkah ketika belum banyak orang yang berani mencobanya.
Sukanto Tanoto tetap nekat memulai bisnis kelapa sawit. Namun, ia tidak asal berani sehingga tidak bisa dibilang sekadar nekat. Suami Tinah Bingei Tanoto ini telah melakukan kalkulasi sebelummnya. Segala sesuatunya sudah dihitung.
Kala itu, Sukanto Tanoto mempertimbangkan bahaya yang akan dihadapinya. Ia bisa gagal dan jatuh terpuruk. Belum lagi soal ketidakpahaman tentang bisnis tersebut. Namun, Sukanto Tanoto mempercayai bahwa industri kelapa sawit memiliki masa depan cerah.
Lihat saja produk turunan dari kelapa sawit menjadi kebutuhan hampir semua orang. Paling mudah ialah minyak kelapa sawit. Produk ini jelas menjadi diperlukan setiap orang untuk menggoreng karena cenderung lebih sehat.
Selain itu, kelapa sawit dapat dipakai untuk bahan baku minyak makan, margarin, sabun, ban, hingga industri farmasi. Semua masih ditambah kegunaan lain seperti untuk kosmetika hingga bahan arang.
Sukanto Tanoto berhitung pula tentang prospek pasar. Indonesia adalah negara besar. Penduduknya kini lebih dari 250 juta orang. Mereka semua membutuhkan produk-produk hasil olahan kelapa sawit. Oleh karena itu, ia tak ragu untuk terjun ke industri kelapa sawit meski dengan risiko akan gagal.
“Tetap tenang, berpikir komprehensif, analisis asal dan akar penyebab dari risiko, berusaha untuk mengontrol dan menyelesaikannya,” papar Sukanto Tanoto.
BERANI MENGAMBIL LANGKAH PAHIT
Keberanian mengambil risiko tidak hanya akan dialami pengusaha saat memulai usaha. Ketika sudah menjalaninya, sering pula masalah datang tak diduga. Pasalnya, tidak ada yang tahu mengenai masa depan.
Sukanto Tanoto juga mengalami “turbulensi” parah dalam berbisnis ketika krisis moneter menghantam pada 1998. Saat itu, sejumlah bidang usahanya ikut goyah akibat depresiasi nilai Rupiah. Utang perusahaan mendadak meningkat drastis.
Ancaman kebangkrutan bahkan membayangi. Pasalnya, banyak perusahaan lain yang jatuh. Pemutusan hubungan kerja dengan karyawan banyak terjadi di berbagai perusahaan karena tidak kuat menanggung beban akibat krisis moneter.
Saat itu, di tengah suasana yang tidak menentu, Sukanto Tanoto tetap berusaha berpikir tenang. Ia berupaya mencari solusi terbaik agar bisa selamat melewati krisis. Kala itu, ia menemukan bahwa menjual salah satu perusahaannya di Tiongkok sebagai cara yang paling tepat untuk menyelamatkan usaha.
Maka, dengan berani, pengusaha sukses Indonesia ini segera melakukannya. Padahal, ia belum tahu putusannya tepat atau tidak. Kalau dilakukan, pertaruhannya cukup besar. Asetnya hilang dan kondisi perusahaanya belum tentu membaik.
Secara manusiawi, Sukanto Tanoto juga sedikit enggan melakukan penjualan aset. Belakangan ia mengaku bahwa itu merupakan salah satu pilihan terberat yang harus diambilnya.
Namun, Sukanto Tanoto lagi-lagi berhitung dengan cermat. Ia menakar bahwa hasil penjualan asetnya mampu menutup utang yang jatuh tempo. Kesempatan itu akan dilakukannya untuk menjadwalkan pembayaran utang baru dan renegosiasi dengan bank peminjam. Sisanya bakal digunakan untuk menggenjot bisnis. Pasalnya, dia yakin bahwa badai krisis tidak akan selamanya berlangsung. Pasti akan berhenti suatu saat.
Langkah itu menunjukkan satu trik Sukanto Tanoto dalam menyiasati risiko. Sesudah mengukur tingkat risiko dengan cermat, ia segera bertindak dengan cepat. Sebab, kesempatan mungkin tidak akan datang dua kali.
“Anda harus sabar untuk bertindak hanya ketika semuanya siap, dan rebut kesempatan serta mengambil risiko secara terukur. Jika tidak, Anda mungkin akan melepaskan satu-satunya kesempatan,” ucap Sukanto Tanoto.
SELAMAT MELEWATI KRISIS
Berkat kecermatan dan kesigapan bertindak, bisnis Sukanto Tanoto selamat melalui krisis moneter 1997. Bahkan, kini semua usahanya di Royal Golden Eagle termasuk dalam jajaran perusahaan berdaya tahan tinggi karena memiliki fondasi kokoh karena dijalankan dengan prinsip-prinsip berkelanjutan.
Lihat saja posisi Royal Golden Eagle saat ini. Bisnisnya meliputi beragam bidang mulai dari energi, kelapa sawit, kayu lapis, pulp and paper, dan serta viscose. Semua bidang usaha itu merupakan area industri yang dapat diperbarui. Artinya bisnis tersebut akan mampu bertahan hingga kapan pun.
Tak aneh, Royal Golden Eagle berkembang dengan pesat. Area operasinya kini tidak hanya ada di Indonesia. Sekarang korporasi yang dulu bernama Raja Garuda Mas ini memiliki bisnis di Singapura, Filipina, Malaysia, Brasil, Kanada, Tiongkok hingga Finlandia. Ada 50 ribu karyawan yang bekerja menggantung hidup kepada mereka di semua area tersebut. Tak aneh, aset Royal Golden Eagle kini mencapai 15 miliar dollar Amerika Serikat.
Semua itu tidak akan bisa terjadi tanpa kemauan Sukanto Tanoto dalam mengambil risiko. Ia berani menerima tantangan, namun tidak asal. Semua telah diperhitungkannya terlebih dulu sebelum melangkah maju.
Jadi, jika ingin menjadi seorang pengusaha yang berhasil, jangan pernah takut untuk melawan risiko. Namun, harus diimbangi dengan berhitung secara cermat sebelum mengambil keputusan untuk menghadapinya. Risiko mesti diukur terlebih dulu supaya dapat dihadapi dengan baik. Itulah bedanya dengan tindakan nekat yang tidak memiliki dasar rasional.
Sesudahnya segera ambil keputusan dengan cepat. Sebab, kecepatan bisa menentukan kesuksesan atau kegagalan seseorang. Ingat, kesempatan belum tentu datang dua kali.
Posting Komentar
Posting Komentar