"Ma, aku ga jadi deh jadi tentara"
"Loh kenapa, Nak?"
"Iya, aku mau jadi dokter saja"
"Wew, yakin mau jadi dokter?"
"Yakin Ma. Biar nanti kalau ada yang sakit, aku bisa ngobatin"
Deg!
Itu obrolan saya dengan Raffi yang membuat mata sedikit basah. Bukan karena terharu karena mulia niatnya jadi dokter, tapi lebih ke pikiran ya ampun orang tua kudu nyiapin duit berapa itu buat jadi dokter? Wkwkwk. Eh serius! Dulu saya saja batal jadi dokter manusia milih masuk kedokteran hewan karena lihat sepertinya biayanya bakal muahal bingitttt. Kedokteran hewan juga mahal seh, tapi tidak semahal dokter manusia sih. Begitu pikiran saya kenapa akhirnya jadi kedokteran hewan.
Terus nanggepin obrolan anak saya yang tiba-tiba ingin jadi dokter manusia. Wewww, langsung rada cenut-cenut kepala wkwkwk. Maksudnya dulu aja ya pas 20 tahun lalu biaya kuliahnya sudah puluhan, pas Raffi nanti jadi tiba masa kuliah sampai lulus internship bisa abis berapa uit wkwkk. Bentar-bentar, elus-elus rekening sambil doa-doa dulu.
Mungkin saya sebenarnya salah satu dari banyak orang tua yang berpikiran sama ketika anaknya punya keinginan ingin jadi dokter manusia. Iya kalau ada budget biaya sih tidak apa-apa, tapi kalau tidak ada kan sedih juga :"). Namanya orang tua kan mendukung cita-cita anak :"), tapi ya bismillah saja ya siapa yang tahu masa depan.
Dan itu juga yang membuat angka kecukupan dokter sesuai WHO itu tidak terpenuhi di Indonesia. Iya, yang katanya harus 1 dari 1000 orang, ternyata Indonesia hanya bisa memenuhi 0,5 dari 1000 orang saja. Karena penduduk Indonesia saja sudah 270 juta loh! Dan saya yakin akan makin banyak, kalau tidak makin ditambah dokternya maka angka kebutuhan 1 dokter untuk 1000 orang dari WHO akan semakin jauh.
Hal ini juga saya baru tahu saat mendengar talkshow Lika Liku dokter saat pandemi yang diadakan KBR hari Jumat, 29 Oktober 2021 jam 9 pagi dan disiarkan secara live di youtube KBR. Talkshow ini bersama host Rizal Wijaya dan mendatangkan narasumber yaitu dr. Ardiansyah (Pengurus Ikatan Dokter Indonesia) dan dr. Udeng Daman (Technical Advisor NLR Indonesia).
dr. Ardiansyah mengatakan saat ini Indonesia memiliki jumlah dokter yang sangat rendah bila berbanding jumlah penduduk yang sangat banyak. Ini memang tidak sesuai dengan rekomendasi WHO. Banyak penyebabnya, mulai dari proses panjang pendidikan dokter di Indonesia sampai biaya pendidikan dokter yang sangat mahal dan hal lain yang membuat jumlah dokter belum terpenuhi kapasitasnya hingga saat ini.
Bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memang yang belum memenuhi standar WHO. Tapi dr. Ardiansyah masih optimis bakal bisa memenuhi beberapa tahun ke depan. Termasuk pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di beberapa daerah terpencil. Mengingat fakta di lapangan pendistribusian dokter masih tetap harus memperhatikan banyak hal. Mulai dari kesejahteraan, akses, keamanan, jaminan keamanan, dll di mana dalam hal ini pemerintah juga sangat perperan penting agar kebutuhan terpenuhi dengan baik.
Saat pandemi pun, seorang dokter harus tetap melakukan kewajibannya sesuai sumpah dokter yang mengharuskan menjalankan profesinya dalam keadaan apapun. Walau kita juga tahu banyak sekali dokter dan tenaga kesehatan bahkan keluarganya juga ada yang meninggal terpapar Covid 19 saat menjalankan tugas selama pandemi.
Dengan tantangan yang sangat banyak ini, seorang dokter melakukan pengabdian dengan melakukan pelayanan kesehatan karena banyak orang yang harus diselamatkan. dr Ardiansyah sendiri juga berharap agar pandemi ini segera berakhir, sehingga dokter pun bisa hidup normal kembali.
Tapi pandemi ini juga sedikit melupakan penyakit-penyakit lain yang tidak kalah penting untuk diobati juga. Biasanya karena menjaga jarak dan di rumah saja, membuat orang yang memiliki penyakit menjadi enggan pergi ke dokter atau puskesmas terdekat. Padahal itu tidak boleh karena memang ini pandemi, tapi pengobatan penyakit lain tetap harus dituntaskan. Ya nggak?
Saah satunya adalah penanganan Kusta. dr. Udeng Daman terus mengingatkan bila ada gejala harus segera ke puskesmas agar segera di periksa dokter. Karena mengingat pengobatan kusta itu lama 16-19 bulan dan cepat menyebar, juga harus dilakukan tracking. Ini agar penderita penyakit lain bisa tetap menjalankan kehidupannya seperti biasanya dan tentunya lebih cepat sehat. Dan perlu diingat kalau kusta itu bisa sembuh ya selama mengikuti prosedur pengobatan.
"Jadi gimana, Ma? "
"Apanya?"
"Raffi jadi dokter bolehkah?"
"Tentu saja boleh, Nak. Selama niatanmu baik dan Allah restui. Pasti bisa"
"Alhamdulillah. Doain ya, Ma"
"Iya, pasti", jawab saya sambil senyum penuh makna. Entah apa maknanya.
Semoga kebutuhan dokter di Indonesia segera terpenuhi ya. Dan juga semoga dokter dan tenaga kesehatan selalu semangat menjalani pengabdiannya demi masyarakat Indonesia. Semangat!
Dokter menjadi gardaa terdepan saat pandemi apalagi pasien terus berdatangan dan semakin banyak pastinya mereka sendiri kesulitan istirahat, bahkan sampai gak istirahat. Perjuangan mereka gak main-main, jadi kita juga harus jaga kesehatan.
BalasHapusterimakasih untuk seluruh dokter di dunia yang sudah menjadi pahlawan bagi kami :')
BalasHapusTerima kasih mbak Echa, sudah mendengarkan Talkshow dari KBR dan NLR Indonesia. Semoga cita-cita Raffi tercapai ya utk jadi dokter, hehehe
BalasHapus