"Visi saya adalah menjadikan lobster murah sebagai hidangan sehari-hari bagi keluarga Indonesia, sehingga semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya. Saya juga berharap agar semakin banyak nelayan bisa budidaya lobster secara mandiri." - Hendra, penerima SATU Indonesia Awards 2021
Indonesia, negara kepulauan dengan 17.000 pulau yang tersebar luas di antara Samudera Hindia dan Pasifik. Dengan luas perairan Indonesia 6.400.000 km2, sebagai salah satu penguasa lautan terbesar di dunia memiliki sumber daya laut yang melimpah, terutama dalam hal produksi ikan serta biota laut lainnya.
Berdasarkan pada data yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2022, potensi sumber daya perikanan (SDI) Indonesia yang tersebar di 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) mencapai luar biasa 12,01 juta ton.
Salah satu komoditas laut yang menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir adalah lobster. Harga lobster yang mahal dan susahnya mendapat benih begitu menyita perhatian banyak pihak. Bahkan sempat diberlakukan larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dari wilayah Negara Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016. Sehingga ekspor benih sangat dilarang, karena benur merupakan kekayaan alam Indonesia.
“Benih lobster adalah kekayaan bahari Indonesia. Kalau ada yang maju untuk budidaya lobster, pasti negara akan dukung sampai mati”, ujar Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, pada 25 Maret 2021. Hingga saat ini benur hanya boleh dibudidayakan di Indonesia sampai mencapai ukuran konsumsi, sehingga produksi lobster menjadi bertambah nilai jualnya.
Hendra Sang Pembaharu Budidaya Lobster di Situbondo
Hendra berfoto di keramba budidaya lobster miliknya |
Hendra, seorang mahasiswa perikanan di Universitas Brawijaya, merasa resah dengan paradoks produksi benih lobster di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki produksi benih lobster yang sangat besar, namun produksinya masih jauh dari memanfaatkan potensi yang ada.
Padahal negara seperti Vietnam bisa menjadi produsen budidaya lobster terbesar di dunia dengan menghasilkan angka mencengangkan sekitar 2 miliar USD per tahun. Yang lebih ironis, ternyata bibit benur lobster yang digunakan di Vietnam sebagian besar berasal dari Indonesia.
“Saya sedih kenapa potensi besar lobster di Indonesia masih terabaikan. Padahal kekayaan alam melimpah dan kualitas air laut sangat mendukung”, kata Hendra sambil menghela napas.
Pria kelahiran Bondowoso pada 9 September 1993 ini melihat potensi besar budidaya lobster, apalagi kalau melihat kualitas air di Indonesia sangat baik dibandingkan negara Vietnam. Sehingga di masa depan Indonesia bisa menjadi produsen lobster terbesar di dunia.
Hendra terjun langsung untuk melihat keramba miliknya. Perjalanan ke keramba harus menggunakan perahu nelayan, karena letaknya di tengah laut. |
Dengan melihat daerah bahari di Situbondo, akhirnya Hendra pun mencoba memulai budidaya lobster di daerah Pantai Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur. Saat itu banyak nelayan Situbondo yang kehilangan pekerjaannya karena budidaya ikan kerapu menurun drastis.
Akhirnya Hendra memiliki mimpi besar agar bisa menggarap budidaya lobster di Situbondo. Dengan bekerja sama dengan para nelayan, sehingga mata pencaharian para nelayan kembali lagi.
Di daerah Situbondo sendiri mutu air lautnya sangat baik untuk budidaya lobster, sehingga memberikan peluang bagi usaha budidaya lobster agar lebih berkembang dengan berkelanjutan. Hal inilah yang akhirnya memantapkan Hendra untuk membuka usaha di sana.
Lobstech, Teknologi IoT Untuk Mutu Kualitas Air Budidaya Lobster Situbondo
Alat Lobstech dengan teknologi IoT |
Namun sebelum memulai usaha budidaya lobsternya, Hendra melakukan penelitian dulu selama dua tahun bersama teman-temannya dan terciptalah Lobstech. Ini adalah alat uji otomatis dengan teknologi IoT (Internet of Things) untuk melihat kualitas air laut di Situbondo. Dengan Lobstech, Hendra bisa menjaga mutu air laut di Situbondo terus berkualitas baik untuk budidaya lobsternya.
Dengan penerapan IoT dalam pemantauan air untuk budidaya lobster yang baik, Lobstech juga dapat meningkatkan efisiensi produksi, mengurangi risiko, dan meningkatkan kualitas hasil akhir. Dengan data yang akurat, Hendra bisa maksimal dalam mengambil keputusan untuk pola budidaya lobsternya.
Hendra dan tim meletakkan alat Lobstech untuk menguji kualitas air |
Cara kerja Lobstech berbentuk kotak sensor ini ternyata sangat mudah. Alat uji Lobstech dimasukkan ke dalam keramba air laut, kemudian data akan dimasukkan ke aplikasi yang ada di komputer dan telepon genggam masing-masing nelayan secara real time.
Lobstech yang terhubung dengan komputer dan masing telepon genggam milik nelayan |
Hendra berharap dapat membudidayakan benih lobster dengan baik, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah lobster dewasa yang bernilai jauh lebih tinggi. Benur benih lobster yang dibudidayakan ini akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan pada industri perikanan dan penghidupan masyarakat nelayan, khususnya di Situbondo.
Berkat inovasi Lobstech, Hendra dapat memanfaatkan teknologi untuk memantau dan mengendalikan parameter air yang relevan demi pertumbuhan lobster secara real time. Bukan hanya itu, Lobstech juga dapat mengoptimalkan kondisi lingkungan air yang diperlukan oleh lobster untuk tumbuh dengan baik.
Sedangkan untuk benih lobster, sejak tahun 2018 Hendra sudah melakukan riset untuk dapat memproduksi benih sendiri. Namun ketika sampai tahap 4, benih mati. Walau penelitian ini masih belum berhasil karena keterbatasan biaya, Hendra dan tim penelitian Lobstech tetap berusaha agar bisa memiliki benih lobster sendiri hingga proses penetasan dan penyebaran.
“Saya tetap yakin suatu saat bisa produksi benih lobster sendiri. Harganya jadi lebih terjangkau dan lebih banyak lagi nelayan di Situbondo yang bisa punya keramba untuk budidaya mandiri”, kata Hendra sambil tersenyum.
Berkat Lobstech dengan Teknologi IoT Dapat Meningkatkan Produksi Lobster
Tiga macam budidaya di keramba milik Hendra |
Saat ini Hendra memiliki lebih dari 100 keramba laut untuk budidaya lobster pasir, lobster mutiara dan ikan kerapu yang memang khas dari Situbondo. Awalnya Lobstech masih dianggap sebelah mata, namun akhirnya para nelayan mulai teredukasi dengan baik. Apalagi setelah melihat hasil budidaya lobster dengan sistem sensor Lobstech semakin meningkat. Para nelayan pun bersedia bekerja sama dengan Lobstech hingga saat ini.
Bayangkan saja, produksi lobster bisa meningkat sebanyak 50% setelah menggunakan Lobstech. Yang awalnya masa panen lobster bisa sampai 9-10 bulan, sekarang menjadi 4 bulan saja dengan penambahan berat badan 100 gram hanya dalam 1 bulan saja.
Lobster pasir yang masih dibudidayakan sampai nilainya tinggi untuk dijual |
Hadirnya Lobstech sangat menggembirakan dan membuat para nelayan di Situbondo tersenyum kembali. Selain mata pencahariannya bisa kembali lagi, para nelayan juga dapat membuat perekonomian mereka pulih seperti dulu.
“Saya senang kerja sama Pak Hendra, bisa panen lebih cepat. Pak Hendranya juga selalu punya waktu kalau kami nelayan kecil butuh masukan. Saya juga tidak kesusahan lagi seperti dulu”, kata Pak Eko yang hampir dua tahun ini bersama Lobstech.
Bukan hanya edukasi tentang budidaya lobster saja, Hendra juga membantu memasarkan hasil panen lobster bersama tim pemasaran. Biasanya hasil panen dikirim ke-3 tempat di Indonesia, yaitu Bali, Surabaya dan Jakarta. Bahkan tahun 2021, Hendra pernah mengirim produksi lobster ke China.
Harapan Masa Depan Hendra dan Lobstech Untuk Nelayan Bahari Indonesia
Lebih dari 100 keramba untuk budidaya lobster dan ikan kerapu milik Hendra |
“Harapan saya sangat banyak demi masa depan bahari Indonesia, termasuk pemanfaatan teknologi secara optimal”, ujar Hendra penuh semangat.
Lobstech saat ini bukan hanya didukung oleh masyarakat nelayan saja, tapi juga oleh pemerintah Kabupaten Situbondo. Hendra sangat berharap agar 14km pantai di Situbondo bisa dimaksimalkan untuk zona budidaya lobster. Sehingga bisa memberdayakan dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat serta nelayan lokal.
Hendra juga ingin sekali mengembangkan budidaya lobster dan bisa memberdayakan lebih banyak masyarakat, agar sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045. Lobster juga dapat terindustrialisasi dengan baik dari hulu hingga hilir. Dan Indonesia juga bisa memiliki produksi benih sendiri.
Hendra juga ingin mewujudkan lobster untuk Indonesia dengan harga yang terjangkau. Karena sekarang harga 1 kg lobster mutiara saja sebesar Rp1,5juta dan 1 kg lobster pasir Rp450rb. Dengan budidaya lobster yang tepat guna, Hendra berharap agar lobster bisa menjadi makanan masyarakat Indonesia sehari-hari.
Ke depannya, Hendra juga ingin memiliki budidaya lobster dan ikan air tawar di kota kelahirannya Bondowoso. Mengingat potensi kualitas air di daerah pegunungan Bondowoso sangat bagus dan mendukung untuk perikanan air tawar.
Lobstech Menghantarkan Hendra Menjadi Pemenang Apresiasi SATU Indonesia Awards 2021
Hendra mendapatkan penghargaan Astra SATU Indonesia Awards 2021 |
Di sela-sela mengerjakan tesis program Magister Budidaya Perairan di Universitas Brawijaya, Hendra masih terus memberikan edukasi budidaya lobster dengan Lobstech dari rumah ke rumah kepada nelayan di Situbondo.
Hendra juga memberikan skema bagi hasil benih lobster pada nelayan kecil yang kesusahan modal. Nanti hasil dari panen akan dikembalikan dan dijual kembali oleh Lobstech. Bukan hanya itu, hasil panen lobster yang terus meningkat membuat nelayan semakin percaya untuk terus bekerja sama dengan Lobstech.
Untuk pasokan pemberian pakan segar lobster Hendra juga membelinya pada nelayan sekitar. Biasanya setiap dua hari sekali membutuhkan sekitar 40kg campuran ikan segar dan udang.
Kegigihannya membuat Hendra berhak menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 bidang teknologi. Kemenangannya ini membuktikan kalau perjuangannya untuk meningkatkan biota lobster membuahkan hasil.
Walau bukan berasal dari keluarga nelayan, Hendra bisa memberdayakan dan menghidupkan kembali denyut perekonomian sektor laut di Situbondo. Walau tantangan sangat besar, bukan berarti semangat anak muda seperti Hendra tidak bisa memberikan perubahan yang signifikan.
“Saya memang bukan dari keluarga nelayan, tapi saya peduli dengan kondisi perikanan di Indonesia. Kalau bukan dari kita melakukan hal kecil untuk negara, siapa lagi?”, kata Hendra sembari menutup obrolan di siang hari yang sangat terik.
Hendra percaya dengan pemanfaatan teknologi yang baik ternyata bisa berdampak besar pada ekonomi nelayan dan sumber daya bahari di Indonesia, khususnya di Situbondo. Hendra juga ingin Lobstech dapat digunakan oleh para nelayan dan pembudidaya lobster di seluruh Indonesia dengan menyesuaikan kualitas perairan masing-masing.
Saya dan Hendra di tengah laut saat melihat langsung keramba budidaya lobster |
Hendra merupakan sosok inspiratif bagaimana teknologi dan semangat kepemudaan dapat mengangkat perekonomian serta sumber daya laut Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan Lobstech yang berteknologi IoT untuk budidaya lobster, masa depan industri bahari dan nelayan di Indonesia akan menjadi semakin cemerlang.
#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia dari Hendra patut kita contoh, karena #KitaSATUIndonesia untuk Indonesia yang lebih baik.
Berikut adalah pengalaman saya sebagai penulis yang berkesempatan melihat langsung keramba milik Hendra di laut daerah Situbondo, Jawa Timur.
Posting Komentar
Posting Komentar